Wajah penuh harap kini bisa mudah dijumpai di Dusun Karang Asem, Desa Karangsemanding, Kecamatan Balongpanggang, Gresik. Begitu memasuki jalan kampung, bunyi desing penghalus langsung menyapa. Bersahutan dari rumah ke rumah. Di halaman, anak-anak muda dan orang tua bertelanjang dada tengah asyik merangkai sangkar burung.
“Kami kini lebih optimistis menatap masa depan,” terang Edy Santoso, Kepala Desa Karang Asem ketika ditemui enciety.co.
Dusun yang terletak sekitar 50 km dari Surabaya ini memang dikenal sebagai sentra sangkar burung. Dari 140 kepala keluarga yang tinggal disana, 90 KK berprofesi sebagai perajin sangkar burung.
Menurut Edy, perajin sangkar burung kini memang menjadi profesi utama, mengalahkan pertanian yang telah jadi pekerjaan turun temurun. Sejatinya, usaha sangkar burung sudah turun temurun di dusun ini. Hanya saja, saat itu masih bersifat sampingan. Sangkar yang dibuat pun bentuknya bulat dengan bahan dari rotan. Sangkar jenis ini biasanya dipakai untuk burung jenis perkutut dan puter. Daerah edarnya pun terbatas. Bahkan, produksi baru dilakukan setelah ada pesanan.
Adalah Shodiq Pribadi yang mengawali perubahan di daerah ini. Bapak dua anak ini bak Raja Midas. Sentuhan yang dilakukan membuat sangkar burung naik derajat, dari usaha sampingan menjadi home industry utama di daerah ini. Kuncinya, Shodiq melakukan inovasi dalam gerakan perubahan yang dilakukan.
Dia berpikir out of the box. Tampilan sangkar yang kaku dan bulat diubah. Shodiq lah yang mulai revolusi dengan mengenalkan sangkar bentuk kotak dan ramping. Bahan dasarnya pun diganti kaju jati. Untuk membuat eye catching, sangkar dipoles dengan cat warna-warni yang menyolok mata. Tidak saja membuat burung yang ada di dalamnya betah tapi juga asyik dipandang mata.
“Saya coba mengikuti selera pasar. Ini barangkali yang membuat produk kami selalu diterima konsumen,” terang suami dari Sutatik.
Sebagai pioner, Shodiq tak pelit berbagi ilmu dengan tetangga dengan warga desa. Sebagian besar perajin di daerah ini adalah bekas anak buahnya. Toh, dia tak khawatir. Malah bersyukur dan mendorong siapapun untuk bisa mengikuti jejak suksesnya. “Yang saya jual kualitas,” tukasnya dengan senyum simpul.
Ya, produk Shodiq memang dikenal karena kualitasnya. Maklum, ayah dari Agung Setyawan (20 tahun) dan Yahya Darmawan (15 tahun) ini mengerjakan dan mengawasi langsung proses produksi. Mulai pemilihan bahan sampai finishing.
Untuk bahan baku, Shodiq tak sembarangan ambil. Dia sengaja menjalin kerjasama dengan salah satu pabrik pengolahan kayu jati di Gresik. Limbah kayunya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sangkar. Ini bukan tanpa alasan.
Menurut Shodiq, dari sisi umur dan kualitas kayu sudah pasti terjamin. “Lain bila ambil di galangan. Bisa saja umurnya masih muda tapi kayu jatinya sudah dipotong,” jelasnya.
Saat finishing, Shodiq pun pilih pakai cara manual. Meski makan waktu lama namun hasil akhir terjamin. Ini yang membuat kadang dia kewalahan bahkan sampai menolak menerima order. “Kadang saya terpaksa menolak. Soalnya tenaganya tak sanggup,” ujarnya.
Sejatinya, Shodiq tak kerja sendiri. Sehari-hari dia dibantu 20 karyawan. Toh, ini masih belum mampu melayani semua permintaan yang membludak. Bahkan, sampai ada pelanggannya di Lumajang yang transfer lebih dulu agar bisa segera dibuatkan. “Biasanya memang seperti itu. Transfer lebih dulu baru sebulan berikutnya saya kirim,” ceritanya.
Sangkar burung yang dijual Shodiq terbagi dalam tiga ukuran yakni kecil dengan harga Rp 175 ribu, sedang Rp 275 ribu dan besar seharga Rp 400 ribu. Sangkar ini cocok untuk burung jenis Kacer, Cudet, Cucak Ijo, Anis Merah, Murai Batu dan Cucak Rowo.
“Kalau ada yang pesan, tinggal saya tanya burungnya jenis apa, saya sudah tahu ukuran dan model sangkarnya seperti apa,” jelasnya.
Sebulan, Shodiq bisa memproduksi sekitar 200 sangkar. Selain Surabaya dan Gresik, produksi Shodiq juga merambah ke Banyuwangi, Lumajang dan Bali. Menariknya, Shodiq tak perlu repot-repot mengirim barang ke sana. Pelanggannya yang ambil sendiri. “Kalau untuk Surabaya, Gresik dan sekitarnya saya yang kirim,” ujarnya.
Dalam sebulan, Shodiq bisa meraup pendapatan berkisar Rp 30-35 juta. Atas apa yang diraihnya ini, Shodiq sangat bersyukur. Pelan namun pasti, ekonomi keluarganya terangkat. Selain mampu membangun rumah, sebuah mobil Suzuki Picku Up juga terpakir di garasi rumahnya.
“Alhamdulillah, ini berkat doa orang tua dan kerja keras selama ini,” pungkasnya. (wh)
sumber : http://www.enciety.co/shodiq-pribadi-sangkar-burung/
0 komentar:
Posting Komentar