Telecenter Joko Samudro Gresik Alamat Desa Karangsemanding Kec. Balongpanggang Kab. Gresik Telp. 0317922620 [ Pusat Layanan Masyarakat Berbasis Internet ]

Jumat, 29 Agustus 2014

HUT RI ke-69, RS. Wali Songo I Mengadakan Pengobatan Gratis.


Gresik - Dalam rangka memperingati Hari RI ke-69, RS. Wali Songo I menggelar pengobatan gratis. Acara ini merupakan wujud kepedulian RS. Wali Songo I dalam membangun dan mewujudkan masyarakat yang sehat.

Kegiatan bakti sosial ini merupakan bentuk komitmen RS. Wali Songo I untuk memberikan pelayanan kesehatan sekaligus upaya untuk mewujudkan masyarakat yang sehat sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Bakti sosial ini diselenggarakan oleh RS. Wali Songo I bekerjasama dengan Pemerintah Desa Karangsemanding Kecamatan Balongpanggang, Kabupaten Gresik yang notabene adalah lokasi berdirinya RS. Wali Songo I tersebut. Kegiatan ini di laksanakan di Balai Desa karangsemanding pada tanggal 29 Agustus 2014. Terdapat beberapa layanan kesehatan yang digelar dalam bakti kesehatan ini seperti, pemeriksaan kesehatan gratis serta donor darah.(tcjs.sam)

Selasa, 26 Agustus 2014

SAMSOEL, PENGRAJIN SANGKAR BURUNG DARI GRESIK

Sebagai pengusaha sangkar burung di tempat asalnya yang selalu berbekal kreativitas, Samsul Arif seakan kerap lolos dari kesulitan. Lokasi usaha sangkar burung miliknya di Dusun Karangasem, Desa Karangsemanding, Kecamatan Balongpanggang ini pun begitu strategis. Tak heran, orang-orang yang melewati jalan ini jadi mudah melihat aneka sangkar burung yang dipajang bergantungan di depan rumah yang merangkap tempat kerjanya. Melihat beberapa orang mengerjakan pembuatan sangkar burung pun menjadi pemandangan sehari-hari di rumahnya. Ada pula beberapa pedagang sangkar burung dari berbagai daerah yang kulakan di tempatnya. Salah satu sangkar andalan Samsoel adalah sangkar model Kosan.


Sangkar Kosan memang paling disukai, meskipun harganya lebih mahal dibandingkan sangkar biasa. Harga pun tergantung model dan ukurannya. Harga satu sangkar burung Samsoel berkisar antara Rp 120.000 – Rp 250.000 untuk sangkar yang masih mentah dan Rp. 260.000 – Rp. 400.000 untuk sangkar yang sudah di cat.


Dikisahkan Samsoel , kawasan tempat tinggalnya adalah satu-satunya sentra kerajinan sangkar burung di Gresik. Saat ini, 90 % warga Dusunnya merupakan pengrajin sangkar burung.
Sebelumnya, Samsoel , yang juga menjagi guru Olah Raga ini mengaku kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan sampingan yang menjanjikan. Ia sempat bingung ketika belum juga dapat pekerjaan sampingan. Padahal dia harus bekerja untuk masa depanya. Saat itulah, ia melihat seorang temannya yang sedang membuat sangkar burung. Samsoel pun tertarik untuk belajar membuatnya.
Sang teman pun tak keberatan membagi ilmu. Samsoel akhirnya dengan tekun belajar, meski diakuinya, tak mudah membuat sangkar burung yang bagus. Semula ia bekerja di usaha sangkar burung milik teman. Niatnya saat itu memang untuk belajar. Tiga bulan kemudian, ia pun berhasil menguasai ilmu membuat sangkar burung. Menurut Samsoel, sebenarnya pekerjaan membuat sangkar burung ini termasuk rumit dan butuh ketekunan.

Selanjutnya, Samsoel  bertekad mengembangkan usaha di rumahnya sendiri. Bermodal Rp 5.000.000 untuk membuat alat produksi dan kebutuhan lain, Samsoel mulai menekuni usahanya.
Awalnya, Samsoel hanya sendirian melakoni usahanya. Tak mudah baginya menuai sukses. Setelah sangkar burung berhasil diproduksi, kendalanya adalah mencari pasarnya. Kala itu, pasar di Gresik belum bisa menampung karyanya. Samsoel pun jadi teringat mempunyai kenalan di Surabaya. Ia paham Pasar Bratang Surabaya merupakan salah satu sentral penjualan burung dan sangkarnya. Ia pun kemudian membawa puluhan sangkar burung ke Surabaya menggunakan sepeda motor.
Sangkar burung karya Samsoel yang terkenal halus dan rapih pun langsung memikat pedagang pasar di Surabaya. Ternyata, ia tidak kesulitan memasarkannya. Hanya saja, pedagang pasar sering membayar belakangan. Meskipun begitu, Samsoel bersyukur usahanya bisa berjalan. Sejak itu, Samsoel pun menjadi rutin ke Surabaya.

Sehingga seiring waktu, dalam menjalankan roda produksinya, Samsoel tak bisa sendirian lagi. Ia pun mulai mencari karyawan. Uniknya, ia sengaja mencari pelajar yang kesulitan biaya sekolah. Kebanyakan dari anak-anak tidak mampu. Awalnya, mereka datang hanya sekedar ingin membantu-bantu. Namun oleh Samsoel , sekalian saja mereka diajarkan membuat sangkar burung sampai bisa. Samsoel  pun tetap menggaji mereka meski masih tahap belajar. Setidaknya upah yang ia berikan bisa untuk memenuhi kebutuhan jajan mereka.  



Saat itu ada sembilan anak yang belajar di tempat Samsoel. Ia pun juga merasa terbantu. Mereka bekerja setelah pulang sekolah. Banyak di antara mereka yang sekarang punya pekerjaan bagus. Ada yang menjadi guru, ada juga yang menjadi polisi, bahkan ada yang menjadi perajin sangkar burung yang sukses.


Kian lama, usaha Samsoel makin maju. Ia juga tak perlu capek-capek ke Surabaya lagi. Tiga tahun menekuni usaha, sudah banyak pedagang yang justru mendatanginya. Selain pedagang di Surabaya, ia juga memasok kebutuhan pedagang di berbagai kota. Tak hanya itu, ia juga punya relasi tokoh-tokoh penting di kotanya. Tetangga di sekitar rumahnya pun jadi heran, kala melihat ia bisa sesukses itu. Samsoel pun telah berhasil membangun rumah dari usahanya ini.
Sebagai pengrajin, Samsoel mengaku pendapatannya memang tak begitu besar. Berbeda kalau menjadi pengepul, penghasilannya bisa jauh lebih besar. Itu sebabnya belakangan ini Samsoel pun juga mencoba menjadi pengepul. Ia mengambil sangkar burung dari belasan pengrajin dan menjualnya kembali.

Kini, dalam sebulan Samsoel mampu memproduksi ratusan sangkar burung. Menurutnya, usaha sangkar burung sebenarnya tak kenal musim. Artinya, akan mampu terus bertahan. Namun ketika beberapa tahun silam kabar penyakit flu burung merebak, mau tak mau usahanya juga sempat oleng. Penyakit flu burung yang ramai diberitakan, akhirnya membuat orang takut memelihara burung. Otomatis usaha sangkar burung pun juga sulit bertahan. Untungnya, Samsoel masih mampu bertahan. Sangkar burung karya Samsoel pun sering pula diikutkan dalam berbagai acara pameran. Namun, ia sendiri memilih tak ikut langsung dalam acara pameran tersebut. Baginya, lebih baik tetap bekerja di rumah, membuat sangkar.

Sempat pula usahanya menyusut ketika merebak bisnis tanaman hias seperti gelombang cinta. Meski tak setelak kabar flu burung, tren tanaman hias itu juga sempat mempengaruhi usaha sangkar burungnya. Namun Samsoel tetap menunjukkan sikap konsistennya. Ia meyakini, usaha pembuatan sangkar burung tak akan pernah benar-benar surut. Terbukti, ia sanggup bertahan dari tahun ke tahun. Tentu saja ia sangat bersyukur usahanya masih bisa terus bertahan. Apalagi, belakangan ini usahanya terus stabil.

Salah satu kunci untuk terus bertahan adalah, Samsoel tak berhenti berkerasi berinovasi dan tentunya menjaga kualitas sangkar burungnya. Ia sanggup membuat aneka model sangkar, dari bentuk bulat, segi empat, segi delapan, dan beragam lainnya.

Samsoel pun mengaku akan terus setia dengan pekerjaannya, karena usahanya terbukti mampu menghidupi keluarganya. Dan ia pun masih ingin terus mengembangkan industri sangkar burung di tempatnya. (tcjs/sams)
CP : 085850033285
Pin BB : 7CD1B072

Sabtu, 09 Agustus 2014

Damar Kurung, Upaya Memuliakan Warisan Leluhur Gresik

Damar Kurung, Upaya Memuliakan Warisan Leluhur Gresik. Gresik sebagai kota pesisir mempunyai akar budaya yang cukup kaya dan berwarna. Berbagai kebudayaan itu muncul karena mudahnya akulturasi antara pendatang dengan penduduk lokal. Salah satu budaya yang masih diuri-uri dan tetap menjadi ikon salah satu kota gresik adalah Damar Kurung.
Damar Kurung juga merupakan ikon kota yang tertua di Kota Gresik seperti yang tertulis pada buku Mocopat karena Damar kurung telah ada sejak zaman Pemerintahan Sunan Giri, Kolonial Belanda dan Jepang, hingga sekarang. Damar Kurung sendiri merupakan karya seni unik. Dalam pandangan seni rupa, lukisan-lukisan nenek ini sedemikian unik.
Ada yang menyebut bergaya naif, kekanakkanakan, dan dia melukis seperti meluncur begitu saja. Maka seorang perupa asal Gresik, Imang AW tertarik untuk mengangkatnya dalam khasanah lukisan pada umumnya. Masmundari diminta melukis dengan bahan dan alat melukis yang lebih bagus, melukis di atas selembar kertas, kemudian dibingkai sebagaimana lukisan pada umumnya.
Maka jadilah lukisan gaya Masmundari yang menarik banyak kalangan dalam pameran di Jakarta dan hotel-hotel besar serta mendapat perhatian dari petinggi negeri termasuk Presiden RI Soeharto. Akan tetapi, dalam kenyataannya Damar Kurung terancam punah.
Setelah Mbah masmundari wafat, tradisi seni lukis Damarkurung kini dilanjutkan oleh Rukayah (60), anak tunggalnya. Rukayah bersama anaknya kini yang meneruskan membuat damar kurung. Menurut Rukayah Damarkurung merupakan kesenian lukisan tangan asli dari daerah pesisir. “Damar kurung merupakan warisan dari leluhur. Itu yang diajarkan Mbah Masmundari pada setiap keluarga disini,” katanya mengisahkan sambil jemarinya terus membuat damar kurung.
Dia berkisah dulunya dia juga diajarkan untuk membuat Damarkurung. “Walaupun saya anak tunggal dari Ibu Masmundari, namun malah
saya belara banyak sejak umur 15 tahun dari bibi saya bernama Masriyatun,” ujarnya. Hal senada disampaikan Nur Samadji, salah satu cucu Mbah Masmundari juga menggeluti dunia lukis Damarkurung.
“Kami disuruh oleh Mbah Masmundari untuk meperkenalkan dan ajarkan ke anak cucu kami karena ini adalah warisan dari leluhur,” katanya. Nur Samadji yang beristrikan Juminingsih setiap harinya b rjibaku menghidupkan Damarkurung. “Selain menerima pesanan, juga membuat Damarkurung untuk oleh-oleh dengan berbentuk kecil mungil seperti ini,” katanya sambil memperlihatkan damarkurung
berukuran 10 cm.
Menurut pengakuannya, keluarga besarnya biasanya juga membuat damar kurung pesanan. “Mulai dari pesanan Jepang pernah kami membuatkan, Kalimantan serta kota Gresik. Kami cuma meneruskan usaha damar kurung, kalau kami mebikin tergantung pesanan tapi juga buat stok,” ujarnya.

Damar Kurung Warisan Giri Prapen
Damar kurung tak hanya dikenal di pesisir Gresik. Damar kurung bisa dijumpai di wilayah Semarang yang memang dikenal sebagai tempat persinggahan kapal-kapal dari negeri China zaman dulu. Damar kurung yang biasa disebut ting-tingan Ramadhan ini biasa dijajakan dalam dhugdheran (pasar malam yang hanya ada sepanjang bulan Puasa) masih terselip penjual damar kurung. Biasanya berwarna merah atau putih dengan lukisan sederhana, dari luar bayangan kerbau, naga, petani, gerobak, penari, burung, becak, bahkan pesawat, tampak bergerak.
Damar kurung mengadaptasi lampion yang dipakai warga Tionghoa sebagai wujud kesempurnaan dan keberuntungan. Dulu jika ada warga yang kesripaan (ada yang kesusahan karena di antara anggota keluarga ada yang meninggal dunia) maka lampion putih dipasang berpasangan di depan rumah yang melambangkan duka cita. Biasanya lampion persegi atau oval berwarna putih ini dibubuhi kaligrafi berisi penggalan syair China kuno. Sebaliknya, lampion bulat berwarna merah menjadi symbol keberuntungan dan kesempurnaan.
Membuat damar kurung tidak mudah, terutama menyetel agar posisi sumbu yang mengeluarkan asap bisa tetap stabil. Asap yang keluar dan tertiup angin inilah yang memutar kipas kertas  dan membuat kertas-kertas minyak itu berputar. Sebagaimana lampion, damar kurung dalam upacara Ngaben di Bali pun memiliki makna. Damar kurung dipasang di depan rumah duka, yang diyakni sebagai penunjuk arah bagi perjalanan roh. Hubungan sejarah masa lalu antara Cina dan Bali memang mengingatkan bahwa damar kurung ‘berkarib’ atau varian dari lampion. Bukan hanya damar kurung, ditengarai barong yang dikenal di Bali juga beralian erat dengan tari singa barong Cina. Penyebaran singa barong Cina ini kemungkinan besar masuk ke Bali pada masa pemerintahan Dinasti Tang di Cina sekitar abad ke-7 hingga abad ke-10.
Di Gresik, lampion yang di terjemahkan menjadi damar kurung sudah lekat denan tradisi sejak abad ke-16. saat itu, adalah masa aktif Sunan Prapen, sunan ketiga sesudah Sunan Giri, seorang penyebar agama Islam di Jawa Timur. Sampai tahun 1970-an, sebagai kerajinan, damar kurung juga dikerjakan masyarakat Jawa Tengah maupun Jawa Barat. Kebanyakan dammar kurung ini dibuat tanpa gambar, hanya beberapa bagian damar kurung saja yang memiliki gambar.
Di Jepara ada tradisi menyalakan damar kurung yang dinamakan Baratan. Tradisi ini dilaksanakan setiap pertengahan bulan Sya’ban (Jawa: bulan Ruwah). Hal ini berkait dengan legenda Sultan Hadlirin, suami Ratu Kalinyamat (Retno Kencono), putri Sultan Trenggono yang juga Adipati Jepara (1549-1579). Suatu ketika tibalah sang penguasa di Desa Purwogondo (kini pusat Kecamatan Kalinyamatan). Tiba-tiba kuda yang ditungganginya lari menghilang. Kemudian bersama-sama warga, ia mencari kuda dengan bantuan lampu impes (lampion). Tradisi ini tetap dilakukan dengan membawa lampion berkelap-kelip. Ketika listrik sudah masuk desa, tradisi ini pelahan memudar.

(sumber:gresik.co)